Pada tanggal 16 Juli 2010 lalu, MUI mengeluarkan fatwa baru tentang
arah kiblat yang seharusnya menghadap ke barat laut. Fatwa ini meralat
fatwa yang dikeluarkan MUI Tanggal 22 Maret 2010 lalu yang menyebutkan
pada salah satu poinnya bahwa kiblat kita menghadap ke barat. Saat itu
pula muncul pertanyaan masyarakat yang kebanyakan salah tangkap bahwa
kiblat kita berubah.
Sebenarnya kiblat kita tidak pernah berubah, yaitu tetap Ka’bah yang terletak di Masjidil Haram, Makkah. Kalaupun berubah, maka perubahan itu bisa diakibatkan oleh pergeseran lempeng benua (continental drift) yang paling-paling hanya beberapa cm saja setiap tahunnya sehingga tidak memiliki pengaruh secara signifikan.
Sebenarnya kiblat kita tidak pernah berubah, yaitu tetap Ka’bah yang terletak di Masjidil Haram, Makkah. Kalaupun berubah, maka perubahan itu bisa diakibatkan oleh pergeseran lempeng benua (continental drift) yang paling-paling hanya beberapa cm saja setiap tahunnya sehingga tidak memiliki pengaruh secara signifikan.
Kesalahan utama memang ketika masyarakat ditanyakan arah kiblat,
biasanya hanya menjawab “arah barat”, dan tidak lagi memperhatikan
apakah makkah benar-benar terletak di barat. Sampai-sampai lembaga MUI
pun mengeluarkan fatwa yang sejalan dengan cara berfikir masyarakat
yang terlanjur “menyederhanakan” arah kiblat.
Tak dinyana, ternyata arah kiblat ini menimbulkan permasalahan yang
lumayan besar dikalangan masyarakat, khususnya yang tidak memiliki
pemahaman yang baik tentang ikhtilaf (perbedaan), sampai-sampai shaf
masjid seringkali dilanggar karena ketidakpahaman mereka tentang arah
kiblat.
Maka fatwa MUI ini bukanlah fatwa yang merubah arah kiblat, tapi lebih kepada “menyesuaikan” arah kiblat. Untuk lebih jelasnya marilah kita lihat ilustrasi berikut:
Maka fatwa MUI ini bukanlah fatwa yang merubah arah kiblat, tapi lebih kepada “menyesuaikan” arah kiblat. Untuk lebih jelasnya marilah kita lihat ilustrasi berikut:
Kita lihat, bahwa Jakarta dan Makkah tidak tepat berada dalam satu
garis lurus lintang, tetapi agak sedikit miring, atau bagi Jakarta,
kedudukan Makkah adalah 293 derajat, artinya kiblat bagi penduduk
jakarta dan sekitarnya tidak ke Barat, tetapi 23 derajat searah jarum
jam dari arah barat. Demikianlah maksud fatwa MUI.
Pertanyaannya bagaimana selama ini bila selama ini shalat kita
menghadap ke barat atau tidak 100% benar meghadap kiblat?,
Alhamdulillah shalatnya sah, bisa dibaca penjelasan lengkapnya dari
bahasan ust. Shiddiq al-Jawi di link ini: Hukum Arah Kiblat - Ust. Shiddiq al-Jawi
yang menarik sebenarnya ucapan KH. Ma’ruf Amin yang mengatakan bahwa
arah kiblat ke barat menimbulkan multitafsir bahwa ummat Islam
Indonesia berkiblat ke barat (budaya barat), agar lebih tenang maka
diganti “barat laut”. Tapi selama ideologi Indonesia masih berkiblat ke
barat, seharusnya sekalian ‘diralat” sama MUI agar ideologi Indonesia
kembali berkiblat ke “Ka’bah” (baca: Islam).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar