Senin, 06 Februari 2012

Catatan kecil buat Ibu, calon Ibu dan anak Ibu


22 Desember di Indonesia diperingari sebagai Mother’s Day – Hari Ibu.
 Kita nggak tau darimana datengnya itu, yang jelas seharusnya Hari ibu bukan alasan untuk baik pada ibu pada satu hari aja, katena mereka layak mendapatkan itu dari kita setiap harinya.

Jadi Hari Ibu seharusnya bukan ajang ‘pamer’ perhatian pada ibu pada satu hari saja, namun lebih kepada pengingat bagi ibu dan bagi anak-anak ibu untuk menghormati dan memuliakan posisi sebagai seorang ibu.

Maka setidaknya ada hal-hal yang harus diingat oleh ibu dan calon ibu:

1. Islam memandang ibu adalah pendidik utama anak

Dalam hadits disebutkan: “Wahai Rasulullah, siapakah di antara manusia yang paling berhak untuk aku berbuat baik kepadanya?” Rasulullah menjawab, “Ibumu.” “Kemudian siapa?” tanyanya lagi. “Ibumu,” jawab beliau. Kembali orang itu bertanya, “Kemudian siapa?” “Ibumu.” “Kemudian 
siapa?” tanya orang itu lagi. “Kemudian ayahmu,” jawab Rasulullah (HR. Bukhari dan Muslim)

Disini ibu disebutkan Rasulullah 3x baru ayah 1x. Kalau boleh mengambil permisalan, maka seharusnya ibu punya tanggung jawab 3x lipat dari ayah. Ibulah yang mendidik anak-anaknya dalam porsi yang lebih besar.
Semakin baik kualitas ibu, semakin baik generasi yang dihasilkan.

2. Islam menaruh ibu sebagai orang nomor satu ditaati setelah Allah dan Rasul-Nya

Posisi ini juga bukan posisi yang sembarang, ini posisi yang sangat mulia. Islam lewat ‘birrul walidain’ menggariskan bahwa posisi orangtua adalah paling tinggi setelah Allah dan Rasul-Nya. Dan ketaatan pada mereka disamakan dengan ketaatan pada Allah, dan murka mereka sama seperti murka Allah.

Dalam kenyataan, masih banyak kita temukan orangtua, terutama ibu yang justru melarang anaknya berbuat baik, bahkan mensponsori keburukan. Melarang anaknya berkerudung dan berjilbab, melarang anaknya berdakwah dan berjuang dalam Islam, atau bahkan meminta anaknya berpacaran.

Bayangkan, bagaimana yang terjadi pada generasi Islam bila orangtuanya semacam ini? Subhanallah.
Seharusnya sebagai orang yang paling ditaati setelah Allah dan Rasulullah, ibu menjadi tiang utama dalam mengajarkan amar ma’ruf dan nahi munkar bagi anaknya. Menjadi teladan hidup bagi anak-anaknya dalam perjuangan Islam.

3. Ibu lebih memerlukan ilmu dalam mendidik anak-anaknya, karena itu ibu harus lebih banyak ikutan majelis ta’lim (majelis ilmu)

Anak akan menyerap apapun yang dikatakan ibunya, karena ibunya adalah patron baginya. Ada ibu-ibu yang beralasan pada saya bahwa dia terlalu sibuk, terlalu banyak kerjaan untuk mengikuti majelis ta’lim dan mengkaji Islam.

Justru sebaliknya, semakin banyak kita memiliki anak, maka semakin banyak ilmu yang perlu kita siapkan. Dan ilmu tidak mungkin ada tanpa kita cari dan kita kaji.

Membesarkan anak tanpa ilmu sama saja menuntunnya ke depan jurang kehidupan. Dan mencari ilmu dalam mendidik anak (walaupun sulit), akan memudahkan urusan kita di alam kubur nantinya.

4. Sayang sekali, sekarang banyak ibu yang lebih sayang kambing daripada anaknya, kambingnya diiket, anaknya dibiarin

Coba lihat menjelang Idul Adha. Kambing diikat dimana-mana, takut kehilangan. Ironisnya, ibu-ibu sering membiarkan anaknya bermain tanpa pengawasan, dan akhirnya mempelajari hidup bukan dari ibunya, tetapi dari teman-temannya. Balik rumah syukur, nggak balik ya buat lagi.

Ada juga orangtua yang sibuk ikut majelis ta’lim namun tak perhatian pada anaknya. Mereka lupa bahwa ilmu bukanlah simpanan, namun sesuatu yang harus dibagikan. Mreka puas ketika menutup aurat, namun bangga ketika anaknya mengumbar aurat. Banyak yang seperti itu bisa kita lihat pada umat Islam masa kini. Lebih parah lagi ketika ibu menyuruh anaknya berbuat baik, namun tidak mencontohkan dengan dirinya.

 Meminta anaknya menutup aurat di sekolah, namun ia menjemput anaknya dengan tanktop. Seperti lilin, menerangi orang lain tapi membakar diri sendiri.

Rupanya banyak ibu yang melupakan bahwa untuk melahirkan anak itu perlu perjuangan luar biasa selama 9 bulan 10 hari ditambah fase melahirkan. Kebanyakan ibu memberikan perhatian di awal-awal saja, padahal pendidikan kepada anak itu terus berlanjut hingga mereka baligh, bahkan sampai salah satu darinya meninggal.

5. Buat ibu-ibu yang berkarir, “is it worthed?” sekian juta sebagai pengganti waktu dengan buah hati?

Bila kita menanyakan “Siapa ibu de-facto anak-anak masa kini?”. Mungkin ‘pembantu’, ‘babysitter’ adalah jawaban yang tepat. Anak-anak main dengannya, tidur dengannya, bercengkerama dengannya, disuapi makan olehnya dan bahkan disusui olehnya. Dengan alasan nafkah (yang sebenarnya bisa kalau diusahakan) mereka menerjunkan diri pada dunia kerja yang tak berkesudahan. Pergi saat buah hati masih tidur, dan pulang ketika mereka telah tidur.

Jangan salahkan pembantu dan babysitter ketika anaknya nantinya justru menangis saat ditinggal pembantu atau babysitter daripada ditinggal ibunya.

Saya meminta istri saya tetap dirumah mengurus rumah dan anak. Salah satu alasan yang paling kuat adalah; saya nggak mau ketika anak saya telah dewasa, dan seandainya dia tidak seperti yang saya harapkan, lalu saya dan istri terucap “Coba dulu kita menghabiskan waktu lebih banyak untuk dia (anak)!”

Maksimal mendidik anak bukan masalah materi. Tapi masalah ilmu yang kita berikan untuk dia. Jangan sampe nyesel dibelakang karena nggak memberikan pendidikan yang maksimal.

Ala kulli hal, bagi ibu-calon ibu-dan anak-anaknya. Patut kiranya kita mengetahui bahwa jasa ibu tak akan dapat dibalas oleh anak-anaknya. Simak hadits berikut:

Suatu ketika Rasul ditanya oleh seseorang : “ Ya Rasul, sunnguh saya telah menggendong ibu saya sejauh 2 farsakh (9,6 kilometer) di jalan berpasir yang terik, andai atas pasir itu diletakkan sepotong daging niscaya matang daging itu. Apakah dengan begitu saya telah menyampaikan rasa terima kasih saya kepadanya ? “, Nabi menjawab, “Mungkin hal itu baru bisa membalas sedikit rasa sakitnya saat bunda melahirkanmu” (HR Thabrani )

Semoga sayang kita kepada kedua orangtua khususnya ibu menjadi lebih termaknai, dan semoga persiapan menjadi ibu serta mendidik anak semakin baik.

Pandangan Islam Tentang 25 Desember

               Natal jelas bukan perayaan kaum Muslim, dan kaum Muslim harusnya tidak berkepentingan dengan itu. Namun jelas ada hubungannya dengan kaum Muslim mengingat sebagian besar daripada kita juga berhubungan dengan sesama kita yang merayakannya. Karena itu menjadi penting kiranya kita membahas bagaimana pandangan Islam tentang Natal dan seputarnya serta toleransi kita di dalamnya.
Sebagaimana yang kita ketahui, 25 Desember bukanlah hari kelahiran Yesus Sang Mesias (Isa Al-Masih). Walaupun gereja Katolik menganggapnya begitu.

Encyclopedia Britannica (1946), menjelaskan, “Natal bukanlah upacara-upacara awal gereja. Yesus Kristus atau para muridnya tidak pernah menyelenggarakannya, dan Bible (Alkitab) juga tidak pernah menganjurkannya. Upacara ini diambil oleh gereja dari kepercayaan kafir penyembah berhala.”

Secara sains, dibuktikan tanggal 25 Desember adalah pertama kalinya matahari bergerak ke arah utara dan memberikan kehangatan setelah matahari berada di titik terendah di selatan pada 22-24 Desember (winter solstice) yang menyebabkan bumi berada di titik terdingin.

Karena itulah orang Yunani pada masa awal merayakan lahirnya Dewa Mithra pada 25 Desember, dan orang Latin merayakan hari yang sama sebagai kelahiran kembali Sol Invictus (Dewa Matahari pula)

Singkatnya, Bila kelahiran Yesus disangka 25 Desember, maka itu adalah kesalahan yang nyata
Namun, bukan itu masalahnya. Masalahnya adalah bahwa umat Kristen telah menjadikan tanggal 25 bukan hanya sebagai peringatan, tapi perayaan kelahiran ‘Tuhan Yesus’ bagi mereka. Sehingga permasalahannya berubah menjadi permasalahan aqidah.

Karena itulah dalam Islam, kita pun dilarang ikut-ikutan merayakan Natal, karena itu adalah perayaan aqidah. Termasuk ikut memberikan ‘selamat natal’ atau sekadar ucapan ‘selamat’ saja. Karena sama saja kita mengakui bahwa Natal adalah hari lahir ‘Tuhan Yesus’ bagi mereka

Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: “Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga”, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih (TQS al-Maaidah [5] : 73)

Seringkali kita beralasan, “Tapi kan nggak enak, dia bos saya / teman saya / dll, masak saya nggak ngucapin, kalo dalam hati mengingkari kan gak papa, yang penting niatnya! Toleransi dong!”

Perlu kita sampaikan, niat apapun yang kita punya, apabila kita melakukan hal itu, maka sama saja hukumnya. Dan toleransi bukanlah mengikuti perayaan aqidah umat lain. Oleh karena itu harusnya kita lebih takut kepada Allah dibanding kepada manusia.

Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir (TQS al-Maaidah [5] : 44)

Lalu bagaimana toleransi Islam terhadap agama lain? Toleransi kita hanya membiarkan mereka melakukan apa yang mereka yakini tanpa kita ganggu. Itulah toleransi kita.

Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku (TQS al-Kaafiruun [109] : 6)

Toleransi bukannya ikut-ikutan dengan kebablasan dan justru terjebak dalam kekufuran. Sebagai Muslim harusnya kita menyampaikan bahwa perayaan semacam ini adalah salah. Dan kalaupun toleransi, bukan berarti mengorbankan aqidah kita, mari kita ingat pesan Rasulullah

”Sungguh kamu akan mengikuti (dan meniru) tradisi umat-umat sebelum kamu bagaikan bulu anak panah yang serupa dengan bulu anak panah lainnya, sampai kalaupun mereka masuk liang biawak niscaya kamu akan masuk ke dalamnya pula”. Sebagian sahabat bertanya: “Ya Rasulullah, orang-orang Yahudi dan Nasrani-kah?” Beliau menjawab: ”Siapa lagi (kalau bukan mereka)?” (HR Bukhari dan Muslim)

Walhasil sekali lagi kita mengingatkan bahwa haram hukumnya di dalam Islam mengikuti perayaan Natal, juga termasuk mengucapkan ‘Selamat Natal/Selamat’ ataupun yang semisalnya. Mudah-mudahan Allah menunjuki kita dan mereka.

KRITERIA BERBUSANA BAGI SEORANG MUKMIN


“Aku tidak meninggalkan fitnah yang lebih berbahaya bagi laki-laki selain wanita.” (HR. Bukhari Muslim)
“ … hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Qhzab : 59)
           Sewajarnya seseorang itu memakai pakaian yang sesuai karena pakaian sopan dan menutup aurat adalah cermin seseorang itu Muslim sebenarnya. 
ISLAM tidak menetapkan bentuk atau warna pakaian untuk dipakai, baik ketika beribadah atau di luar ibadat. Islam hanya menetapkan bahwa pakaian itu mestilah bersih, menutup aurat, sopan dan sesuai dengan akhlak seorang Muslim. Di dalam Islam ada garis panduan tersendiri mengenai adab berpakaian (untuk lelaki dan wanita) yaitu:

 1)   Menutup aurat
AURAT lelaki menurut ahli hukum ialah daripada pusat hingga ke lutut. Aurat wanita pula ialah seluruh anggota badannya, kecuali wajah, tapak tangan dan tapak kakinya. Rasulullah SAW bersabda bermaksud: “Paha ituadalah aurat.” (Bukhari)

2)   Tidak menampakkan tubuh
Pakaian yang jarang sehingga menampakkan aurat tidak memenuhi syarat menutup aurat. Pakaian jarang bukan saja menampak warna kulit, malah boleh merangsang nafsu orang yang melihatnya. Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud: “Dua golongan ahli neraka yang belum pernah aku lihat ialah, satu golongan memegang cemeti seperti ekor lembu yang digunakan bagi memukul manusia dan satu golongan lagi wanita yang memakai pakaian tetapi telanjang dan meliuk-liukkan badan juga kepalanya seperti bonggol unta yang tunduk. Mereka tidak masuk syurga dan tidak dapat mencium baunya walaupun bau syurga itu dapat dicium daripada jarak yang jauh.” (Muslim)

3)   Pakaian tidak ketat
              Tujuannya adalah supaya tidak kelihatan bentuk tubuh badan.  
4)      Tidak menimbulkan riak
 RASULULLAH SAW bersabda bermaksud: “Sesiapa yang melabuhkan pakaiannya kerana perasaan sombong, Allah SWT tidak akan memandangnya pada hari kiamat.” Dalam hadis lain, Rasulullah SAW bersabda bermaksud: “Sesiapa yang memakai pakaian yang berlebih-lebihan, maka Allah akan memberikan pakaian kehinaan pada hari akhirat nanti.” (Ahmad, Abu Daud, an-Nasa’iy dan Ibnu Majah)

5)   Lelaki dan wanita berbeda
Maksudnya pakaian yang khusus untuk lelaki tidak boleh dipakai oleh wanita, begitu juga sebaliknya. Rasulullah SAW mengingatkan hal ini dengan tegas menerusi sabdanya yang bermaksud: “Allah mengutuk wanita yang meniru pakaian dari sikap lelaki, dan lelaki yang meniru pakaian dari sikap perempuan” (Bukhari dan Muslim). Baginda juga bersabda bermaksud: “Allah melaknat lelaki berpakaian wanita dan wanita berpakaian lelaki.”(Abu Daud dan Al-Hakim)

6)   Larangan pakai sutera
ISLAM mengharamkan kaum lelaki memakai sutera. Rasulullah SAW bersabda bermaksud: “Janganlah kamu memakai sutera, sesungguhnya orang yang memakainya di dunia tidak dapat memakainya di akhirat.”(Muttafaq ‘alaih)

7)   Melabuhkan pakaian
Contohnya seperti tudung yang seharusnya dipakai sesuai kehendak syarak yaitu bagi menutupi kepala dan rambut, tengkuk atau leher dan juga dada. Allah berfirman bermaksud: “Wahai Nabi, katakanlah (suruhlah) isteri-isteri dan anak-anak perempuanmu serta perempuan-perempuan beriman, supaya mereka melabuhkan pakaiannya bagi menutup seluruh tubuhnya (semasa mereka keluar); cara yang demikian lebih sesuai untuk mereka dikenal (sebagai perempuan yang baik-baik) maka dengan itu mereka tidak diganggu. Dan (ingatlah) Allah adalah Maha Pengampun dan Maha Penyayang.”(al-Ahzab:59)

8)   Memilih warna sesuai
Contohnya warna-warna lembut termasuk putih kerana ia nampak  bersih dan warna ini sangat disenangi dan sering menjadi pilihan Rasulullah SAW. Baginda bersabda bermaksud: “Pakailah pakaian putih kerana ia lebih baik, dan kafankan mayat kamu dengannya (kain putih).”(an-Nasa’ie dan al-Hakim)

9)   Larangan memakai emas
Termasuk dalam etika berpakaian di dalam Islam ialah barang-barang perhiasan emas seperti rantai, cincin dan sebagainya.Bentuk perhiasan seperti ini umumnya dikaitkan dengan wanita namun pada hari ini ramai antara para lelaki cenderung untuk berhias seperti wanita sehingga ada yang sanggup bersubang dan berantai. Semua ini amat bertentangan dengan hukum Islam. Rasulullah s.a.w. bersabda bermaksud: “Haram kaum lelaki memakai sutera dan emas, dan dihalalkan (memakainya) kepada wanita.”

10Mulaikan sebelah kanan
Apabila memakai baju, seluar atau seumpamanya, mulaikan sebelah kanan. Imam Muslim meriwayatkan daripada Saidatina Aisyah bermaksud:“Rasulullah suka sebelah kanan dalam segala keadaan, seperti memakai kasut, berjalan kaki dan bersuci.”Apabila memakai kasut atau seumpamanya, mulaikan dengan sebelah kanan dan apabila menanggalkannya, mulaikan dengan sebelah kiri.
Rasulullah SAW bersabda bermaksud: “Apabila seseorang memakai kasut,mulaikan dengan sebelah kanan, dan apabila menanggalkannya, mulaikan dengan sebelah kiri supaya yang kanan menjadi yang pertama memakai kasut dan yang terakhir menanggalkannya. ” (Riwayat Muslim)

11)  Selepas beli pakaian
  Apabila memakai pakaian baru dibeli, ucapkanlah seperti yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan At-Tarmizi yang bermaksud:“Ya Allah, segala puji bagi-Mu, Engkau yang memakainya kepadaku, aku memohon kebaikannya dan kebaikan apa-apa yang dibuat baginya, aku mohon perlindungan kepada-Mu daripada kejahatannya dan kejahatan apa-apa yang diperbuat untuknya. Demikian itu telah datang daripada Rasulullah”.

12) Berdoa
  Ketika menanggalkan pakaian, lafaz-kanlah: “Pujian kepada Allah yang mengkaruniakan pakaian ini untuk menutupi auratku dan dapat menghindarkan diri dalam kehidupanku, dengan nama Allah yang tiadaTuhan melainkan Dia” 
Do’a berpakaian dan membuka pakaian
Allahumma innii asaluka min khoirihi wa khoiri maa huwa lahu, wa a’uudzubika min syarrohi wa syarro maa huwa lahu. 
wahai Allah, aku memohon kepada-Mu kebajikan pakaian ini dan kebajikan yang disediakan baginya. Dan aku berlindung kepada-Mu dari kejahatannya dan kejahatan sesuatu yang dibuat untuknya.” (HR. Ibnu Sunni)



Kamis, 02 Februari 2012

Arah Kiblat Berubah?

             Pada tanggal 16 Juli 2010 lalu, MUI mengeluarkan fatwa baru tentang arah kiblat yang seharusnya menghadap ke barat laut. Fatwa ini meralat fatwa yang dikeluarkan MUI Tanggal 22 Maret 2010 lalu yang menyebutkan pada salah satu poinnya bahwa kiblat kita menghadap ke barat. Saat itu pula muncul pertanyaan masyarakat yang kebanyakan salah tangkap bahwa kiblat kita berubah.

Sebenarnya kiblat kita tidak pernah berubah, yaitu tetap Ka’bah yang terletak di Masjidil Haram, Makkah. Kalaupun berubah, maka perubahan itu bisa diakibatkan oleh pergeseran lempeng benua (continental drift) yang paling-paling hanya beberapa cm saja setiap tahunnya sehingga tidak memiliki pengaruh secara signifikan.
Kesalahan utama memang ketika masyarakat ditanyakan arah kiblat, biasanya hanya menjawab “arah barat”, dan tidak lagi memperhatikan apakah makkah benar-benar terletak di barat. Sampai-sampai lembaga MUI pun mengeluarkan fatwa yang sejalan dengan cara berfikir masyarakat yang terlanjur “menyederhanakan” arah kiblat.
Tak dinyana, ternyata arah kiblat ini menimbulkan permasalahan yang lumayan besar dikalangan masyarakat, khususnya yang tidak memiliki pemahaman yang baik tentang ikhtilaf (perbedaan), sampai-sampai shaf masjid seringkali dilanggar karena ketidakpahaman mereka tentang arah kiblat.
Maka fatwa MUI ini bukanlah fatwa yang merubah arah kiblat, tapi lebih kepada “menyesuaikan” arah kiblat. Untuk lebih jelasnya marilah kita lihat ilustrasi berikut:
Kita lihat, bahwa Jakarta dan Makkah tidak tepat berada dalam satu garis lurus lintang, tetapi agak sedikit miring, atau bagi Jakarta, kedudukan Makkah adalah 293 derajat, artinya kiblat bagi penduduk jakarta dan sekitarnya tidak ke Barat, tetapi 23 derajat searah jarum jam dari arah barat. Demikianlah maksud fatwa MUI.
Pertanyaannya bagaimana selama ini bila selama ini shalat kita menghadap ke barat atau tidak 100% benar meghadap kiblat?, Alhamdulillah shalatnya sah, bisa dibaca penjelasan lengkapnya dari bahasan ust. Shiddiq al-Jawi di link ini: Hukum Arah Kiblat - Ust. Shiddiq al-Jawi
yang menarik sebenarnya ucapan KH. Ma’ruf Amin yang mengatakan bahwa arah kiblat ke barat menimbulkan multitafsir bahwa ummat Islam Indonesia berkiblat ke barat (budaya barat), agar lebih tenang maka diganti “barat laut”. Tapi selama ideologi Indonesia masih berkiblat ke barat, seharusnya sekalian ‘diralat” sama MUI agar ideologi Indonesia kembali berkiblat ke “Ka’bah” (baca: Islam).

Hiduplah Dengan Linkungan


Seringkali kita merasa terkurung dengan lingkungan dimana kita berada.Tidak jarang orang berpikir dan merasa  bahwa tidak mungkin bagi mereka untuk  bisa meraih sukses. Misalnya, mereka yang hidup di daerah terpencil, merasa susah, dan jauh untukmendapat sentuhan teknologi, atau menerima informasi terbaru dengan cepat. Hingga berpikir, begitu susahnya berjuang dan mengembangkan usaha.
 
Sebaliknya, mereka yang hidup di kota besar berpikir betapa sesaknya dunia. Begitu ketatnya tingkat persaingan hidup. Dimana pun berada, saling sikut, saling senggol, saling tendang. Hingga akhirnya memutuskan, memang susah untuk menjadi  yang terdepan.

Dalam berjuang segala sesuatunya memang seringkali tidak sesuai keinginan kita. Bisa jadi kita merasa lingkungan tidak  lagi ramah, dan kondisinya tidak nyaman.Padahal sesungguhnya, dimanapun kita berada, pahami bahwa ITULAH tempat terbaik kita. Tempat dimana kita hidup,tempat di mana kita memperjuangkan apapun yang kita inginkan.

Sekarang, mari kita renungkan sejenak...

1. Jika kita selalu saja berpikir bahwa  tempat lain adalah lebih baik, maka sampai kapan kita akan mulai berjuang?

2. Jika kita selalu saja menunggu datangnya kesempatan emas di tempat lain, berapa banyak waktu yang terbuang, hanya sekadar untuk menunggunya?

3. Jika kita selalu saja menunda apapun yang bisa kita lakukan di tempat kita berada sekarang, maka berapa banyak kesempatan yang terbuang percuma?

Dan masih banyak lagi hal yang perlu kita renungkan..!
 
Karenanya, jika saja kita mau berpikir bahwa inilah tempat terbaik kita, maka kita akan memiliki kesadaran dan kemampuan untuk membuat segala sesuatunya menjadi lebih baik, lebih bernilai, dan penuh  arti!
 
Kita semua memiliki kesempatan emas untuk menjadi besar & benar dimana saja... asal,  kita mau memperjuangkannya!

"Dimanapun kita berada, maka disitulah

   tempat terbaik kita..!"

Selasa, 31 Januari 2012

Mengetahui sugesti hipnotis positif bagi Anak

Apa Sih Hipnotis itu?
Hipnotis memiliki banyak arti, tergantung dari konteks pembicaraan. Bahkan jika kita berbicara dengan seorang praktisi Hypnosis yang benar-benar menggunakan Hypnosis untuk tujuan positif semata, misal untuk therapy mental & emosional, maka pasti definisi hipnotis akan menjadi panjang lebar, sangat ilimiah dan teknis.
       Dalam bahasa awam dapat dikatakan bahwa hipnotis adalah suatu keahlian untuk “memasukkan” pesan kediri seseorang, sehingga yang bersangkutan akan tergerak atau termotivasi untuk melaksanakan pesan dimaksud. Yang dimaksudkan dengan pesan adalah rangkaian kalimat verbal (kalimat yang diucapkan secara lisan) yang akan “masuk” ke penerima melalui telinga dan kemudian akan memasuki “hati”,  selanjutnya “hati” inilah yang akan tergerak untuk melakukan sesuatu yang dimaksudkan oleh pihak yang melakukan hipnotis. 
Jadi secara sederhana, Penjahat Hipnotis punya keterampilan untuk memasukkan pesan ke “hati” anda, sehingga selanjutnya hati anda “menggerakkan” anda, misalkan: memberikan uang, atau mungkin memberikan kehormatan anda! Semudah itu kah? Tentu saja tidak, karena hati anda sudah pasti dijaga oleh banyak aspek dalam diri anda! Jangan terlalu takut atau bahkan paranoid, karena sesungguhnya manusia adalah mahluk yang sangat sempurna! Kita hanya perlu memahami mekanismenya.

Adakah manfaatnya Hipnotis itu?

Tahukah Anda, dengan hipnotis, Anda bisa membantu anak Anda untuk tampil lebih percaya diri, lebih tenang, lebih disiplin dan bisa menguasai rasa takut dan juga bisa meningkatkan prestasi belajar di sekolah.  Cara menghipnotis anak-anak tentunya berbeda dengan cara hipnotis orang dewasa. Disini yang perlu diingat adalah pelajaran awal mengenai daerah yang bisa dipakai untuk sugesti yaitu daerah Sub-Conscious Alpha dan Theta. Dan bahasa yang bisa digunakan pula, menggunakan bahasa yang dimengerti oleh anak-anak jadi sebaiknya dipergunakan bahasa yang lembut dan penuh kasih sayang. 
   Waktu yang tepat untuk mulai menghipnotis anak kita adalah ketika mereka sedang tidur yaitu pada daerah Delta, dan tugas kita adalah menggiring mereka untuk memasuki daerah Alpha atau Theta yaitu dengan cara mengajak mereka untuk berbicara seperti contoh berikut: 
Halo sayang.. (sambil mengelus rambutnya) tidur yang nyenyak ya, Papa atau Mama sayang saya lisa (ganti dengan nama anak Anda). 
Lisa sayang gak sama Papa, anak Papa pinter deh, rajin, bikin Papa tambah sayang sama Lisa, Lisa sayang Papa juga kan (ucapkan berulang-ulang sampai ada respons dari si anak, biasanya dengan anggukan atau ucapan samar-samar).
Jika sudah ada respons barulah kita memasukkan sugerti utamanya yaitu seperti Lisa pintar deh kalau pulang sekolah pasti baca pelajarannya lagi yang tadi dipelajari di sekolah dan terus PRnya juga dibuat, pokoknya anak Papa rajin deh belajarnya.
Kalau disekolah Lisa dengerin ya pelajaran yang dikasih sama guru biar Lisa tambah pintar dan nanti di rumah diulang lagi ya pelajarannya.
Anak Papa memang pintar deh. Pokoknya Papa sayang sama Lisa (sugesti ini diulang-ulang). Selamat tidur ya sayang, tidur yang nyenyak ya, besok Lisa pasti lebih rajin belajarnya.
Hipnotis ini harus sering dilakukan setiap malam agar terjadi jangkar sugesti yaitu agar tertanam kuat di alam bawah sadarnya, semangkin sering dilakukan akan semakin baik.
 selamat mencoba!